Balongan – Kerja sama dan sinergi antara Pertamina RU VI Balongan melalui Fungsi Legal Counsel & Compliance RU VI dan Instansi Kejaksaan Negeri Indramayu, ditandai dengan penyelengaraan kegiatan Legal Preventive Program (LPP) dengan tema “Tinjauan Yuridis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. Nomor 32 Tahun 2009),” yang merupakan program wajib dari Chief Legal Counsel & Compliance, Genades Panjaitan.
Pada acara tersebut tampil sebagai narasumber Kepala Seksi Perdata & Tata Usaha Negara (Kasie Datun) Indramayu Ade Solehudin, S.H., M.H., Jaksa Pengacara Negara (JPN) Tisna Sanjaya, S.H., dan Heru Prasetyo, S.H. – JPN. Acara berlangsung pada (6/9) di Gedung Pertemuan ‘Patra Ayu’ Komperta RU VI Bumi Patra.
Pada kesempatan tersebut hadir Kepala Kejaksaan Negeri Indramayu Eko Kuntadi, S.H., M.H. beserta staf dan GM RU VI Balongan Afdal Martha bersama dengan Tim Manajemen, Section Head dan pekerja RU VI Balongan terkait.
GM RU VI Balongan selaku tuan rumah dalam sambutan pembukaannya mengatakan, “Diharapkan Kejaksaan Negeri Indramayu dapat memberikan pencerahan kepada kami mengenai pengaturan tata kelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam suatu tinjauan melalui peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Pencerahan ini sangat diperlukan oleh pekerja RU VI, mengingat dalam keseharian operasional perusahaan terdapat rutinitas pengelolaan limbah B3.”
“Melalui pemahaman terhadap UU Nomor 32 Tahun 2009 tersebut, tentunya potensi terjadinya kekeliruan maupun kekhilafan dalam pengelolaan limbah B3 dapat dihindari”, kata Afdal mengakhiri sambutan.
Kasie Datun Indramayu selaku narasumber mengawali paparannya dengan menjelaskan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Dari pasal tersebut sangat jelas bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan lahir batin dari negara sebagai akibat dampak sebuah unit operasi produksi yang juga menghasilkan limbah produksi yang dinamakan dengan limbah B3. Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain (UU No. Nomor 32 Tahun 2009).
“Penghasil limbah B3, baik perorangan maupun badan usaha tidak boleh membuang limbah B3 yang dihasilkan secara langsung ke lingkungan (tanah, air atau udara) tanpa pengolahan terlebih dahulu. Berdasarkan Pasal 6 PP 85 tahun 1999, penentuan limbah B3 dilakukan melalui proses. Lebih lanjut, dalam PP 18 tahun 1999 jo. PP 85 tahun 1999 dijelaskan bahwa pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3,” demikian Ade Solehuddin menegaskan.
Dalam LPP ini dibahas mengenai UU No. Nomor 32 Tahun 2009, antara lain mengenai ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum), penyelesaian sengketa lingkungan hidup (melalui dan di luar pengadilan), dan ketentuan tindak pidana dan pelanggaran lainnya.
Compliance merupakan hal yang penting bagi perusahaan, sehingga pengelolaan limbah B3 yang taat pada hukum sudah seharusnya menjadi perhatian kita semua. Jangan sampai isu lingkungan hidup menimpa Pertamina di kemudian hari karena dapat merugikan Pertamina, baik secara materiil dan non materiil. Oleh karena itu, kita harus comply pada seluruh aturan terkait lingkungan hidup sebagaimana dipesankan oleh Genades Panjaitan.•Achmad Bachrun – Media/Commrel RU VI & LCC