BANDUNG - Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Rony Gunawan diundang sebagai keynote address dalam acara puncak Reuni Akbar ke - 54 Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadaran (UNPAD) dengan tema Geologi UNPAD untuk Indonesia, di Bandung,(11/1).
Rony Gunawan menegaskan, sudah waktunya Indonesia untuk mengembangkan potensi geothermal di Indonesia dengan memaksimalkan potensi para geologist untuk menjadikan Indonesia lebih baik.
“Saat ini Indonesia mempunyai potensi sumberdaya panasbumi (geothermal) terbesar di dunia sebesar 28 GW sementara pemanfaatannya sendiri untuk sumberdaya ini baru mencapai 4%,” ujar Rony.
Menurutnya, dibandingkan dengan di Filipina yang mempunyai potensi sumberdaya geothermal di urutan ke-5 di dunia, utilisasi geothermal-nya telah mencapai sekitar 33%.
“Sebagai anak perusahaan Pertamina, PGE sampai saat ini telah mengembangkan 14 wilayah kerja pengusahaan di Indonesia. Total kapasitas yang dihasilkan sebesar 402 MW berasal dari Area Kamojang, Lahendong, Ulubelu dan Sibayak,” paparnya.
Lebih lanjut Rony menyampaikan berbagai usaha yang dilakukan PGE dalam mendukung program Pemerintah percepatan 10.000 MW tahap II. “PGE sedang melakukan pengembangan seperti pembangunan PLTP Unit 5 Kamojang, pengembangan lapangan panas bumi Lahendong Unit 5 & 6. Kegiatan eksplorasi dan pengembangan terus dikerjakan, seperti di Lumut Balai (Sumatera Selatan), Hululais (Bengkulu), dan Sungai Penuh (Jambi),” jelas Rony.
PGE juga berkomitmen penuh untuk patuh pada kaidah yang diberlakukan Pemerintah dalam pengelolaan lingkungan. “Hasilnya, dalam tiga tahun terakhir PGE mendapatkan Proper Emas di area geothermal Kamojang (Jawa Barat) dan Proper Biru di area geothermal Lahendong (Sulawesi Utara),” ujarnya.
Dengan potensi panasbumi yang sebagian besar berada di kawasan hutan konservasi (21,5%) dan kawasan hutan lindung (22,3%), Rony mengungkapkan, potensi yang berada di kawasan hutan konservasi belum dapat dioptimalkan karena terbentur oleh Undang-undang yang mengaturnya.
Namun demikian, Rony menyampaikan upaya solusi untuk masalah tersebut. “Demi mewujudkan optimalisasi pengembangan panasbumi di Indonesia, perlu adanya revisi terhadap UU No 27 tahun 2003 dengan menghilangkan istilah pertambangan dan tidak memasukkan klausul pemanfataan panasbumi ke dalam kegiatan pertambangan. Sehingga, pengusahaan panasbumi dapat dilakukan di kawasan hutan konservasi dengan memperhatikan fungsi kelestarian hutan,” papar Rony. “Termasuk merevisi UU No. 41 tahun 1999 terkait dengan masalah perijinan penggunaan kawasan hutan ini, sebagaimana halnya yang telah dilakukan di Mount. Apo di Filipina.”
Rony juga menyampaikan konsep pengembangan panasbumi, di antaranya pemberlakuan tarif harga jual listrik sesuai dengan harga keekonomian, need competency’s SDM, gap competency dan competency availability yang diperlukan dalam menjalankan bisnis panasbumi.
“Semoga para geologist Indonesia dapat berkiprah dan berperan lebih aktif dalam mengembangkan potensi geothermal untuk Indonesia menjadi lebih baik,” harap Rony.•PGE