JAKARTA – PT Pertamina Gas (Pertagas) menyelenggarakan HSE Talkshow pada penutupan Bulan K3, (10/3), di Kantor Pertagas, Jakarta. Dengan mengusung tema “Menuju HSE Excellence Mendukung Kemandirian Energi Untuk Indonesia Mendunia”, acara yang dimoderatori oleh Corporate Secretary Pertagas Adiatma Sardjito tersebut menampilkan narasumber Direktur SDM & Umum PT Pertamina (Persero) Dwi Wahyu Daryoto, President Director Pertagas Hendra Jaya, World Safety Organization (WSO) Representative for Indonesia Soehatman Ramli, Guru Besar UI Fatma Lestari dan Staf Ahli Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Aussie B. Gautama.
Acara tersebut juga di-relay melalui video conference yang tersambung dengan pekerja di wilayah South Sumatra Area & Central Sumatra Area, East Java Area, West Java Area dan Kalimantan. Mengawali perbincangan
Adiatma sebagai moderator mengatakan, Pertagas sudah menjadi member dari World Safety Organization dan sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang menjadi member tersebut.Hal ini menjadi peluang serta komitmen Direksi begitu kuat terhadap persoalan safety.
President Director Pertagas Hendra Jaya menegaskan, pihaknya memperkenalkan sebuah management system untuk mencapai visi misi perusahaan. “Sistem tersebut, yaitu PEGASSUS (Pertamina Gas Sustainability System)yang terdiri dari tujuh elemen, yaitu Organisation, Leadership, Planning, Support, Operational Control, Performance Evaluation, dan Improvement.
Sementara Direktur SDM & Umum Pertamina Dwi Wahyu Daryoto menegaskan, Pertagas bisa menyontoh dari kesuksesan PT Badak LNG dengan ikon BSMART. “Dengan management system BSMART yang diterapkan dengan maksimal, menjadikan PT Badak LNG mempunyai level nilai tertinggi di dunia, bukan cuma di Indonesia,” tegasnya.
Sedangkan Staf Ahli Direktur Utama Pertamina Aussie B. Gautama, berharap ke depannya Pertagas memiliki level ISRS (International Safety Rating Systems) setingkat PT Badak LNG, yaitu level ISRS 8. “Mari tunjukkan kemampuan maksimal kita,” ajak Aussie.
Dalam kesempatan yang sama, World Safety Organization (WSO) Representative for Indonesia Soehatman Ramli menyampaikan, negara dengan standar safety rendah banjir produk murah dan tidak aman. “ Jika produk Indonesia berstandar safety rendah, otomatis sulit masuk ke pasar global serta ancaman bahaya produk tidak aman akan meningkat. Hal ini berdampak, SDM dalam negeri dianggap tidak berkualitas sehingga SDM K3 dari luar masuk pasar dunia kerja dalam negeri. Tentu hal ini tidak kita inginkan,” tegasnya.
Hal tersebut disepakati Fatma Lestari. “Ada beberapa hal yang menjadi tantangan penerapan budaya K3 di Indonesia. Di antaranya, masih rendahnya kesadaran sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap K3, kecelakaan merupakan nasib buruk dan musibah, kinerja keuangan vs kinerja K3, orientasi pada produksi, belum diimplementasikannya secara konsisten sesuai peraturan K3, pertimbangan efisiensi waktu dan hemat biaya lebih dikedepankan daripada pertimbangan aspek K3, serta K3 belum merupakan tanggung jawab bersama. Inilah yang harus dibenahi,” tegasnya.
Pada acara itu juga diumumkan tiga penghargaan yaitu Sistem Pelaporan & Komunikasi HSE Terbaik Kategori Area diraih oleh Pertamina Gas East Java Area (EJA), Sistem Pelaporan & Komunikasi HSE Terbaik Kategori Anak Perusahaan adalah PT Pertagas Niaga, serta Sistem Pelaporan & Komunikasi HSE Terbaik Kategori Project adalah Proyek Transmisi Gas Gresik Semarang.•ADITYO